HEADLINE
Dark Mode
Large text article

DISKUSI : SENI TRADISI DAN MAHASISWA DI ERA KEKINIAN (WORKSHOP GAMBUS LUNIK)

 


Lampung, Seni Tradisi saat ini dengan integrasi teknologi digital, internet, dan otomatisasi, telah mengubah cara seni tradisi diakses, dipelajari, dan diapresiasi. Bagi Gen Z (yang notabene mahasiswa saat ini adalah bagian dari generasi Z ) seni lebih bersifat personal dan menjadi sarana ekspresi identitas. Ketergantungan mereka yang tinggi pada gawai dan media sosial menimbulkan tantangan dalam pewarisan seni yang umumnya bersifat komunal dan lisan, namun juga membuka jalan baru untuk pelestarian.

Erwin Putubasai, ketua pelaksana diskusi dan workshop gambus lunik  mengatakan “ Seni tradisi adalah ekspresi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu masyarakat, yang kemudian menjadi bagian dari identitas kelompok, suku atau bangsa, adalah sesuatu yang perlu dilestarikan dan ditumbuhkembangkan keberadaanya”

“Melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII Bengkulu & Lampung, Kementrian Kebudayaan mendukung upaya pelestarian kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat penggiat budaya dan seni dengan berbagai bentuk kegiatan. dan saya memandang bahwa mahasiswa adalah lahan yang potensial dalam upaya pelestarian tersebut”, tambahnya.

Di Era Kekinian Mahasiswa lebih memilih mengekspresikan diri lewat media sosial, konten kreatif, atau seni urban. Mereka lebih tertarik pada musik modern, film internasional, atau konten digital yang dianggap lebih “gaul” dan relate dengan keseharian mereka. Ada pula anggapan bahwa seni tradisi dianggap kuno, sulit dipahami,  rumit, dan tidak praktis untuk dijadikan hiburan di tengah rutinitas kuliah, hal ini berakibat panggung seni tradisi dikampus sangat jarang terlihat dan minat terhadap seni tradisi di kalangan mahasiswa menurun. Komunitas seni tradisi kesulitan merekrut anggota baru karena dianggap tidak menarik dibandingkan komunitas modern seperti band, dance cover, atau film.

“ untuk menghidupkan komunitas dan seni tradisi di kampus, saya memandang kegiatan diskusi yang mengusung tema Seni Tradisi dan Mahasiswa di Era Kekinian serta workshop Gambus lunik, sebagai alat musik tradisi warisan budaya lampung, perlu dilaksanakan di kampus Saburai “ ujar Agung AR Carapeboka sebagai Pembantu Rektor III bidang Kemahasiswaan Universitas Saburai.

Narasi ini menunjukkan bahwa seni tradisi menghadapi tantangan besar di era kekinian. Ia berhadapan dengan stigma sebagai sesuatu yang kuno, tidak praktis, dan kurang diminati. Namun, di balik itu, seni tradisi menyimpan kekayaan identitas bangsa yang berisiko hilang jika tidak ada upaya serius untuk menghidupkannya kembali.

Seni tradisi bisa dikemas ulang melalui live streaming, konten media sosial, atau kolaborasi dengan musik elektronik, sehingga mahasiswa melihat seni tradisi sebagai bagian dari dunia digital mereka.  Seni tradisi perlu dijelaskan dengan cara yang sederhana. Cerita di balik tarian atau musik tradisi bisa dikaitkan dengan isu kekinian, yang relevan dengan kehidupan mereka. Memberikan ruang kepada mahasiswa yang aktif di media sosial untuk menjadi influencer yang dapat membantu memperluas jangkauan.  Mahasiswa bukan hanya sekedar  penonton, tetapi juga kreator yang menjadikan seni tradisi relevan di era digital, dan media massa adalah salah satu unsur yang dapat membuat informasi seni tradisi tersebut masif.

Diskusi seni tradisi dan workshop gambus lunik akan diikuti oleh perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa Seni dari Universitas Saburai, UBL, Malahayati, Teknokra, Darmajaya, UIN, dan Unila, dengan narasumber Ari Pahala Hutabarat, seniman & budayawan, Ahmad Bastari, wartawan senior, Editya Rio Wirawan, komposer, di moderatori oleh Alexander GB. Kegiatan ini akan dilaksanakan di Gedung Graha Universitas Saburai Lantai III pada tanggal 26-27 November 2025, tabiiik…


Post a Comment
Close Ads
Floating Ad Space