HEADLINE
Dark Mode
Large text article

PERANG DAGANG MEMANAS: Trump Naikkan Tarif Impor China Jadi 104%, China Siap ‘Berperang hingga Akhir’

Washington – Beijing | RedMOL.ID - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali memicu gelombang ketegangan global setelah secara resmi memberlakukan tarif impor sebesar 104% terhadap seluruh barang asal China mulai Rabu (9/4/2025). Kebijakan ekstrem ini menandai babak baru dan paling agresif dalam perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, yang sudah berlangsung selama lebih dari tujuh tahun terakhir.

Lonjakan Tarif Tertinggi Sepanjang Sejarah

Langkah Trump kali ini bukan hanya peningkatan, tapi lonjakan tajam yang mencetak rekor baru dalam sejarah perdagangan global. Dari semula hanya 10-25% sejak dimulai pada 2018, tarif naik menjadi 34% pada awal April 2025, dan dalam waktu kurang dari dua minggu melonjak drastis hingga 104%.

Tak hanya China yang terkena dampak. Pemerintah AS juga memperluas cakupan kebijakan ini ke 90 negara lain, termasuk Indonesia, yang kini menghadapi tarif impor sebesar 32% untuk produk ekspornya ke AS.

Langkah ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk proteksionisme ekstrem yang berisiko besar mengganggu rantai pasok global, melemahkan pertumbuhan ekonomi dunia, dan mempercepat fragmentasi geopolitik.

China Balas Keras: “Kami Siap Berperang”

Menanggapi kebijakan terbaru AS, Beijing langsung melontarkan pernyataan keras. Kementerian Perdagangan China menyebut tindakan Trump sebagai “kesalahan besar” dan “bentuk pemerasan terang-terangan”.

“Ancaman pihak AS untuk meningkatkan tarif terhadap China adalah sebuah kesalahan di atas kesalahan. Sekali lagi mengekspos sifat pemerasan pihak Amerika,” tegas pernyataan resmi Kementerian Perdagangan China.

Lebih jauh, China bahkan memperingatkan bahwa mereka tidak akan tunduk terhadap tekanan Washington.

“Jika perang adalah yang diinginkan AS—entah itu perang tarif, perang dagang, atau bentuk perang lainnya—kami siap berperang hingga akhir,” tulis pernyataan tersebut.

Dampak Global: Gejolak Pasar dan Ketidakpastian Ekonomi

Pasar keuangan global langsung bereaksi negatif. Indeks saham di Wall Street, Eropa, dan Asia mengalami penurunan tajam, sementara nilai tukar yuan tertekan dan mata uang negara berkembang—termasuk rupiah—mengalami pelemahan signifikan.

Para ekonom memperkirakan bahwa kebijakan ini bisa mendorong perlambatan ekonomi global, meningkatkan harga barang konsumen di AS, dan memukul sektor manufaktur di berbagai negara yang bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat.

Di Indonesia, sejumlah pelaku industri menyatakan kekhawatirannya. Ketua Asosiasi Eksportir Nasional (AENI), Irwan Gunarto, mengatakan bahwa tarif 32% yang dikenakan AS terhadap produk Indonesia akan melemahkan daya saing dan bisa menyebabkan penurunan ekspor hingga 20% dalam beberapa bulan ke depan.

“Ini bukan hanya soal tarif, tapi tentang kepastian usaha dan kepercayaan investor. Jika situasi ini berlarut-larut, bisa memicu gelombang PHK dan perlambatan ekonomi dalam negeri,” ujarnya.

Trump: “Kami Melindungi Kepentingan Amerika”

Sementara itu, dalam pernyataannya di Gedung Putih, Presiden Trump bersikeras bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upayanya untuk “melindungi kepentingan pekerja Amerika” dan “mengakhiri ketergantungan pada China”.

“Kami tidak akan lagi mentolerir praktik dagang tidak adil dari China. Sudah saatnya Amerika berdiri tegak dan memulihkan kedaulatan ekonominya,” tegas Trump.

Namun banyak analis menilai langkah ini lebih bermuatan politik menjelang Pilpres AS 2025, ketimbang strategi ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.

Dengan meningkatnya tensi antara Washington dan Beijing, serta dampaknya yang luas terhadap ekonomi global, dunia kini memasuki fase baru ketidakpastian. Jika kedua pihak tidak segera meredakan konflik, maka perang dagang ini bisa berubah menjadi perang sistemik yang menghantam ekonomi, diplomasi, bahkan keamanan global.


Post a Comment
Close Ads
Floating Ad Space