HEADLINE
Dark Mode
Large text article

Diburu Kurir, Dibiarkan Bandar: Skandal Sunyi Penangkapan Sabu Kalbar



RedMOL.id
, Kalbar, Pontianak — Apa yang sempat dirayakan sebagai kemenangan besar Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Barat atas upaya penyelundupan dua kilogram sabu di Jalan Lintas Malindo, Minggu (13/07), kini menuai pertanyaan serius: benarkah para tersangka adalah pelaku utama? Ataukah hanya korban sistem yang dibiarkan tumbang demi citra penegakan hukum?

Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka: MK (28), calo kartu GSM dengan ekonomi pas-pasan; Ags alias Bb (63), warga Entikong Benua; dan HD (26), pekerja informal dari Bulu Kumba, Sulawesi Barat. Dua nama terakhir hanyalah pemikul barang lintas negara — pekerjaan berat berupah murah yang selama ini jadi andalan sindikat narkoba untuk mengelabui aparat.

Namun, pengakuan MK dalam pemeriksaan membuka fakta mengejutkan: dua nama besar disebut sebagai dalang, AZZ dan HEN. Meski begitu, hingga kini keduanya belum tersentuh hukum.

“Suami saya bukan bandar. Dia cuma disuruh. Dia sudah bilang siapa yang kasih barang: AZZ dan HEN. Tapi kenapa mereka tidak dicari?” ujar istri MK dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di rumah kontrakan mereka. Ia juga mengungkap bahwa MK pernah dua kali dirawat di RSJ Sungai Bangkong karena gangguan kejiwaan. “Saya takut kalau dia ditekan terus, dia bisa kambuh. Tapi dia sudah bicara jujur,” tambahnya.

Sayangnya, upaya media untuk mendapatkan penjelasan dari pihak BNNP Kalbar hanya disambut diam. Hanya seorang staf bernama Galih yang berani bicara, itupun terbatas. “Pimpinan sedang tidak di tempat. Saya tidak memiliki kewenangan memberikan keterangan. Tapi nanti akan saya sampaikan ke atasan,” ujarnya singkat.

Publik mulai bertanya-tanya: mengapa penyidikan berhenti di level kaki tangan? Bukankah pengakuan MK seharusnya menjadi petunjuk penting untuk membongkar jalur distribusi dan mengejar aktor utama?

Seorang pengamat hukum dan HAM dari Universitas Tanjungpura menyebut praktik ini sebagai pola lama dalam penanganan kasus narkotika. “Jika benar ada nama yang disebut, apalagi lebih dari satu, maka seharusnya penyidik menindaklanjuti. Membiarkan hal ini tanpa pengembangan justru bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan narkoba,” tegasnya.

Kasus ini kembali menegaskan satu hal: bahwa dalam banyak perang melawan narkoba, yang tumbang justru mereka yang paling lemah. Sementara otak kejahatan tetap bersembunyi dalam bayang-bayang kekosongan penegakan hukum.
Redaksi akan terus mengawal kasus ini — demi memastikan perang melawan narkoba tak menjelma menjadi panggung tumbal rakyat kecil.[AZ]
Post a Comment
Close Ads
Floating Ad Space