Anwar Tolak Usulan Bank Dunia Naikkan Harga RON95, Data Publik Tunjukkan Subsidi Tetap Mengalir ke Kelompok Mampu.

Kuala Lumpur, RedMOL.id - Pemerintah Malaysia menegaskan tidak akan mengikuti rekomendasi Bank Dunia untuk menetapkan harga BBM RON95 sesuai harga pasar. Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyatakan bahwa skema subsidi tertarget melalui program Budi95 merupakan kebijakan yang paling aman bagi masyarakat, meskipun mendapat kritik dari lembaga internasional tersebut.
Menurut data publik Bank Dunia dan Kementerian Keuangan Malaysia, harga RON95 saat ini dipatok RM 1.99 per liter untuk warga negara dan RM 2.60 per liter untuk non-warga. Mekanisme harga ganda ini dikritik oleh Apurva Sanghi, Lead Economist World Bank untuk Malaysia, karena dinilai tidak mampu mencegah kebocoran subsidi serta tetap menguntungkan warga berpenghasilan tinggi yang memiliki tingkat konsumsi BBM lebih besar.
Pemerintah Malaysia mencatat bahwa hingga akhir November 2025, program Budi95 telah mencakup 13,9 juta penerima dari total 16,55 juta pengguna layak, dengan konsumsi mencapai 2,59 miliar liter. Pemerintah mengklaim skema ini menekan pengeluaran negara dan menjaga inflasi tetap terkendali. Namun, Bank Dunia mempertanyakan efisiensi subsidi tersebut serta menilai klaim penghematan fiskal sebesar RM 3 miliar (sekitar Rp10,14 triliun) belum memiliki dasar perhitungan yang transparan.

Bank Dunia merekomendasikan reformasi subsidi yang lebih baku, yakni menerapkan harga floating mengikuti pasar global dan menggantinya dengan bantuan tunai langsung kepada kelompok rentan. Model ini disebut lebih efektif mencegah kebocoran dan lebih adil secara fiskal. Anwar menolak pendekatan tersebut, menegaskan bahwa sistem floating berpotensi memicu kenaikan harga yang justru membebani masyarakat berpendapatan rendah.
Di tengah perdebatan, para analis mencatat bahwa Malaysia masih menjadi salah satu negara dengan harga BBM termurah di Asia Tenggara, membuat isu subsidi BBM tetap menjadi agenda politik sensitif. “Subsidi energi selalu menjadi dilema kebijakan. Efektif bagi publik, tapi menekan fiskal jika tidak dikelola hati-hati,” ujar Apurva Sanghi dalam keterangannya.
Red/* Adnan